Previous Page Table of Contents Next Page


WBL/85/WP - 31
BUDIDAYA LAUT DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA
DI PROPINSI MALUKU

Oleh

Helmi Rais1)

1. PENDAHULUAN

Maluku merupakan suatu daerah kepulauan, dimana ada sejumlah 999 buah pulau besar/ kecil yang menyebar dari utara yang langsung berbatasan dengan Philipina dan sebelah selatan berbatasan dengan Benua Australia. Dengan demikian luas wilayah Maluku seluruhnya kurang lebih 851.000 km2 yang terdiri dari lautan sebesar 765.272 km2 dan daratan sebesar 85.726 km2, jadi jelas perbandingan antara luas lautan dan luas daratan adalah 9 : 1.

Laut Maluku mempunyai potensi yang sangat besar, mempunyai “standing stock” sebesar 1.9 juta ton/tahun dan potensi lestari (MSY) sebesar 950.000 ton/tahun. Maluku dengan beratus-ratus pulau jelas mempunyai garis pantai yang sangat panjang; banyak memungkinkan adanya tempat yang cocok bagi pengembangan budidaya di laut untuk berbagai jenis ikan seperti ikan kerapu, ikan beronang dan lain-lain dan didukung dengan penyediaan stock benih/ bibit yang sangat besar.

Dilihat dari potensi yang ada ternyata produksi yang dicapai dalam tahun 1983 sebesar 88.068 ton, sedangkan dalam tahun 1982 adalah sebesar 84.018 ton, berarti mengalami kenaikan sebesar 4.042 ton atau rata - rata 5.41 % per tahun. Apabila produksi yang dicapai dibandingkan dengan potensi lestari, ternyata tingkat ekploitasi terhadap sumber yang ada masih sangat rendah (under exploitation). Dengan adanya hal semacam ini perlu adanya pemikiran - pemikiran baru kearah peningkatan produksi.

Potensi perairan tersebut mempunyai daya penggerak dalam pertumbuhan perekonomian daerah dimasa-masa yang akan datang. Dikatakan demikian karena selama ini telah menunjukkan peranan sub sektor perikanan didalam pembangunan daerah; tidak hanya terbatas dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat daerah atau dalam negeri, akan tetapi juga mencapai pasaran luar negeri (ekspor) dan menghasilkan tambahan devisa bagi negera.

Lebih jauh daripada itu, kemajuan-kemajuan yang dicapai dapat pula menyentuh sampai kepada menaikkan pendapatan nelayan, menyediakan pasaran, menciptakan kesempatan kerja serta menciptakan tabungan untuk pembangunan ekonomi diluar kepentingan sub sektor perikanan itu sendiri.

1) Dinas Perikanan Propinsi Maluku

2. KEADAAN BUDIDAYA LAUT SAAT INI

2.1. Budidaya kerang

Di daerah Maluku sampai saat ini terdapat perkembangan yang pesat dalam pembudidayaan tiram mutiara. Tiram ini merupakan salah satu produksi perikanan yang penting yang dapat dibudidayakan bukan semata-mata untuk pengambilan dagingnya, akan tetapi yang lebih diutamakan adalah pengambilan mutiara yang terdapat didalamnya. Ini dapat berasal dari mutiara alam (preparat yang tidak sengaja masuk kedalamnya), atau mutiara buatan (preparat yang sengaja dimasukkan / dioperasikan kedalam cangkang mutiara tersebut). Disamping itu kulitnyapun dapat dipasarkan ke luar negeri.

Sampai dari data tersebut di daerah Maluku ada 5 perusahaan bergerak dalam bidang budidaya tiram mutiara di laut, antaranya adalah sebagai berikut :

  1. PT Maluku Pearl Development dengan lokasi Kepulauan Aru
  2. PT Maney Southern Pearl dengan lokasi Kepulauan Aru
  3. PT Bacan dengan lokasi Pulau Bacan
  4. CV Chrisna Pearl dengan lokasi Kepulauan Aru
  5. CV Dobo Pearl dengan lokasi Kepulauan Aru.

Dilihat dari data tersebut diatas dapat digambarkan bahwa lokasi Kepulauan Aru merupakan daerah yang cocok dan sesuai untuk kegiatan budidaya tiram mutiara di daerah Maluku Tenggara, sedangkan di daerah Maluku Utara terdapat di Pulau Bacan dan Kecamatan Kao, Halmahera. Untuk urutan 1 sampai 3 tujuan usahanya adalah pengambilan mutiaranya sedangkan urutan 4 dan 5 tujuan budidaya tiram ini adalah untuk pengambilan kulitnya saja sebagai komoditi ekspor.

2.1.1. Lokasi.

Untuk mencari dan menentukan lokasi pemeliharaan tiram mutiara yang efektif dan memenuhi syarat harus menenuhi beberapa ketentuan antara lain sebagai berikut:

  1. syarat tehnis :
  2. syarat praktis :
  3. syarat ekonomis :
  4. syarat pemerintah :

    Diusahakan agar daerah tersebut tidak menggangu perikanan rakyat atau dengan kata lain daerah tersebut tidak atau jarang menghasilkan produk perikanan, baik siput maupun ikan-ikan lainnya dan tidak menganggu jalur lalu lintas di laut

    .

2.1.2 Material

  1. Bahan baku

    Tiram yang digunakan sebagai bahan baku adalah jenis Pinctada maxima. Tiram ini diperoleh dengan jalan menyelam sendiri di alam atau membeli dari nelayan pengumpul kerang. Jika tempat pengumpulan kerang dari alami berjauhan dengan lokasi pemeliharaan, biasanya dalam transportasi digunakan kerajang dan dimasukkan dalam bak di kapal/ perahu yang berisi air laut yang dapat disirkulasikan.

  2. Rakit

    Rakit ini digunakan sebagai tempat pemeliharaan, baik untuk tiram yang belum dioperasi maupun yang sudah dioperasi atau tiram yang sudah tua/kecil. Umumnya keranjang yang berisi tiram digantung di atas rakit ini. Dalam satu rakit dapat digantung 1.000 (seribu) keranjang atau sebanyak 10.000 ekor tiram mutiara, sebab dalam satu keranjang berisi 10 ekor.

  3. Keranjang

  4. Drum

    Rakit tempat pemeliharaan biasanya terbuat dari kayu dan sebagai alat pengapung digunakan drum-drum yang terbuat dari hardboard yang dilapisi glass meiwa yang menyerupai bahan semacam plastik. Jumlah drum yang dibutuhkan untuk setiap rakit berbeda, tergantung dari kegunaan dari rakit itu sendiri dan kekuaatan gelombang ditempat itu.

  5. Rumah untuk melaksanakan operasi.

2.1.3 Perlengkapan

  1. Tali temali yang terbuat dari nylon, kawat atau kabel yang berfungsi sebagai penggantung keranjang, sebagai pengikat drum pada rakit sebagai tali jangkar atau sebagai pengikat kayu-kayu rakit.
  2. Motor boat yang digunakan sebagai pengangkut di laut misalnya pengangkutan tiram, penarikan rakit, pembawa keranjang dan lain-lain kegunaan di laut.
  3. Rakit pengangkut yang bentuknya sangat lain dengan bentuk rakit pemeliharaan, ukurannya berkisar antara 5 × 6 meter. Rakit ini biasanya diberi alas papan dan ada yang dilengkapi dengan atap ( tempat pencucian tiram di laut ).

2.1.4 Pemeliharaan

Tiram yang baru diperoleh / dibeli terdiri dari macam-macam ukuran yang nantinya disortir menurut ukuran besarnya tiram dimana ukuran besar dipisahkan dengan ukuran sedang atau yang terkecil.

Tiram yang cukup besar untuk dioperasi digantung pada rakit operasi selama 1 sampai 2 minggu untuk menunggu kondisinya membaik.

Tiram sesudah dioperasi dimasukkan kedalam keranjang, setiap keranjang berisi 10 tiram, kemudian digantung pada rakit operasi. Dalam masa pemeliharaan ini susunan dan posisi tiram dan posisi keranjang sangat menentukan, seperti terlihat pada penjelasan dibawah ini :

  1. Susunan dalam keranjang
  2. Posisi keranjang menurut jadwal.
  3. Maksud dan tujuan

    Setiap 3 hari posisi vertikal tadi diganti. Bagian tipis menghadap ke atas, maksudnya agar preparat yang dioperasikan tidak mudah jatuh atau terlepas. Begitu pula pada posisi horizontal di mana bagian perut diatas dengan maksud yang sama, karena sifat dari mahluk hidup ini sering menolak segala benda asing yang masuk kedalamnya. Apabila preparat yang sengaja dimasukkan keluar kembali dari tubuh tiram tadi, ini berati operasi yang telah dilakukan gagal. Sering kali terjadi proses operasi dapat menyebabkan kematian tiram itu sendiri. Kegagalan operasi tiram ini dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :

Setelah masa pemeliharaan 6 bulan, mutiara yang dikandung oleh tiram tersebut dapat dipanen yang dikenal dalam istilah perdagangan adalah “Round Pearl”. Setelah pengambilan mutiara ini dapat dilanjutkan dengan operasi pemasukan “blister” untuk menghasilkan produk setengah mutiara atau dikenal dengan nama “Half Pearl”.

2.1.5. Hasil produksi

Perkembangan produksi dan nilai dari mutiara di Maluku dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini :

Table 1. Produksi dan Nilai Ekspor mutiara tahun 1981 - 1984
TAHUNVOLUME (Kg)NILAI (US $)%
1981179,403.436.480,50+ 12,18
1982197,024.493.528,50+ 23,53
1983226,664.420.504,00-  1,63
1984190,804.569,821,00+ 3,37

Sumber : Dinas Perikanan Propinsi Maluku

Sedangkan untuk perkembangan produksi kulit mutiara di daerah Maluku dapat dijelaskan pada table 2 di bawah ini :

Tabel 2. Produksi dan Nilai Ekspor kulit mutiara tahun 1982 – 1984
TAHUNVOLUME (Kg)NILAI (US $)%
19825.00027.500-
198323.554127.773+ 350,08
198488.600287.750+ 132,48

Sumber : Dinas Perikanan Propinsi Maluku

2.1.6. Penyediaan benih dan pemasaran hasil. Sampai saat ini di daerah Maluku belum ada pembenihan khusus tiram mutiara. Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang pemeliharaan tiram mutiara ini dalam memperoleh ataupun mendapatkan benih adalah langsung dari perairan sekitar lokasi pemeliharaan tersebut. Penyebaran benih kerang mutiara ini banyak terdapat di perairan Maluku Tenggara dan perairan Maluku Utara.

Produksi mutiara yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah Maluku seluruhnya diekspor ke luar negeri, dengan negara tujuan Jepang. Pemasaran yang hanya terbatas atau di monopoli oleh Jepang ini disebabkan oleh keterkaitan tenaga tehnis Jepang yang berada pada perusahaan tersebut. Komoditi ini dalam pemasaran luar negeri menduduki posisi kedua setelah udang dari seluruh produk perikanan daerah Maluku yang diekspor.

Perkembangan pemasaran khusus kulit kerang mutiara dari tahun ke tahun banyak mengalami peningkatan, kemungkinan hal ini disebabkan oleh harganya yang semakin membaik, sehingga merangsang para produsen untuk meningkatkan produksinya. Produksi kulit tiram mutiara ini disampign diekspor, sebahagian lagi dipasarkan ke Ujung Pandang dan Surabaya. Sedangkan negara-negara tujuan ekspor kulit tiram ini adalah Jepang, Korea Selatan, Hongkong dan Jerman. Untuk jelasnya perkembangan pemasaran kedua jenis komoditi ekspor dari Maluku ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Berbagai jenis tiram selain tiram mutiara penyebarannya sangat besar, akan tetapi data tentang potensi tiram tersebut belum diperoleh.

2.2 Budidaya rumput laut

Potensi rumput laut yang terdapat di perarian Maluku dapat menunjang perekonomian daerah. Panjang dan luasnya perairan pantai daerah Maluku yang banyak ditumbuhi rumput laut menjadikan daerah Maluku terkenal dengan hasil rumput lautnya. Kapasitas akan hasil total dan persediaan rumput laut (standing crop) ini sukar diduga, oleh karena perairan pantai yang luas ini mempunyai tipe dasar yang bervariasi. Bermacam-macam jenis rumput laut tumbuh tersebar di berbagai daerah pantai dan pulau-pulau yang berada di Maluku. Tumbuhan tersebut umumnya terdapat di daerah littoral atau sublittoral dapat dicapai oleh cahaya matahari (Soegiarto, 1968).

Jenis rumput laut yang diketemukan di perairan Maluku tidak kurang dari 50 jenis dan populasi jenis terbanyak justru terdapat di perairan Kepulauan Aru (Maluku Tenggara). Jenis-jenis rumput laut yang ekonomis tinggi yang ditemukan di perairan Maluku adalah jenis Eucheuma, Gelidium, Gracilaria dan Hypnea. Usaha percontohan penanaman rumput laut Eucheuma spinosum pernah dicoba oleh Dinas Perikanan dan LON - LIPI pada 4 lokasi di daerah Maluku Tenggara dan Maluku Tengah.

Untunk penanaman di perairan Nusa Laut digunakan sistim ikat pada batu yang disusun pada dasar perairan berupa bantalan (bedding) dimana tiap bantalan terdapat 5 baris. Rumpun bibit diikat pada batu sebesar kepalan tangan kemudian ditempatkan pada kedalaman 40 cm atau lebih pada waktu pasang surut. Dasar sekitar bantalan diusahakan agar bersih dari rumput laut lain atau biota-biota lain.

Penanaman di perairan Kefing menggunakan bibit jenis Eucheuma spinosum yang diperoleh dari Geser (Seram Timur), sedangkan penanaman perairan di Nusa Laut menggunakan bibit dari jenis Gracilaria lichenoides yang diperoleh dari perairan sekitar lokasi penanaman.

Penanaman rumput laut di perairan P. Kefing dilakukan secara masal dan diselesaikan dalam 3 hari. Sebanyak 300 buah rak ditanami dengan rumput laut jenis Eucheuma spinosum; pada masing - masing simpul net diikat bibit seberat 50 gram. Pada waktu penanaman mencapai waktu 1 bulan, ternyata laju pertumbuhan cukup baik. Dengan menggunakan rumus Wn = Wo (1 + g)n diperoleh hasil laju pertumbuhan rata-rata sekitar 1,2 % per hari. Ini berarti bila tiap rumpun berat asal 50 gr, setelah 30 hari berat rata-rata mencapai 71,5 gram. Ternyata untuk waktu-waktu selanjutnya pertumbuhan mulai mengalami kemunduran.

Sumadhiharga dalam tahun 1978 meneliti tentang kecepatan tumbuh per hari adalah 1,22 % untuk jenis Eucheuma spinosum sedangkan untuk Eucheuma edule dapat mencapai 3,06 %. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan di perairan Kefing hampir sama dengan pertumbuhan pada perairan Teluk Ambon.

Situasi lokasi P. Kefing sedikit banyaknya memenuhi syarat untuk pertumbuhan. Pengaruh ombak yang dapat merusak thallus kurang terasa. Hal ini disebabkan karena adanya bukit-bukit pasir yang terdapat di sebelah selatan daerah penanaman dimana sangat membantu sebagai penahan ombak dan arus.

Sistem penanaman di perairan P. Nusa Laut yaitu dengan menggunakan batu sebagai substrat karena pengaruh arus cukup kuat (1,0–1,5 mil/jam) sehingga sirkulasi air dapat berjalan lancar dalam seluruh lapisan air. Dasar perairan terdiri dari pasir dan diselingi dengan potongan karang-karang mati yang menyebabkan dasar perairan cukup keras dan merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan Gracilaria.

2.2.1 Faktor pengganggu.

Hal-hal lain yang merupakan faktor dan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan, terutama biota-biota lain yang hidup disekitar ataupun yang menempel pada thallus. Jenis Acanthophora merupakan jenis rumput laut yang menempel pada rumpun-rumpun Eucheuma. Hal ini harus diperhatikan benar-benar pada waktu penanaman bibit, karena dapat terjadi persaingan untuk memperoleh makanan sehingga memperlambat pertumbuhan. Biota lain yang berpengaruh langsung karena memakan thallus adalah dari jenis ikan herbivor. Jenis ikan-ikan lain yang hidup berlindung di sela-sela rumpun dan merusak thallus adalah ikah samadar (Siganus), ikan kulit pasir (Acanthurus) dan ikan Bibi (Arothora), juga beberapa dari suku Scolop- sidae dan Balistidae. Akibatnya setelah 2 bulan hampir semua rumpun habis dirusak atau dimakan ikan.

Untuk menanggulangi masalah ini belum diperolah jalan keluarnya yang baik untuk mencegah ikan-ikan tersebut. Untuk sementara dianjurkan kepada penduduk setempat bila akan dimulai lagi penanaman hendaknya rak-rak penanaman dilingkari dengan sero yang rapat. Biota-biota lain yang ditemukan sekitar rak-rak penanaman dalam jumlah yang besar namun belum jelas pengaruhnya terhadap kerusakan rumpun adalah dari jenis Teripang (Holothuroidea), bintang laut (Asteroidea) landak laut (Echinoidea) dan siput (Cypreae).

2.2.2. Penyediaan benih.

Penyediaan bibit dalam rangka pemeliharaan rumput laut di daerah Maluku tidak menjadi permasalahan mengingat bibit yang tersedia di alam sangat besar populasinya dan tersedia dalam jumlah yang besar. Produksi yang terbesar dari rumput laut ini adalah dari pengambilan di alam secara cuma-cuma dan bukan hasil pemeliharaan terutama dalam beberapa tahun terakhir ini.

2.2.3. Perkembangan produksi dan pemasaran.

Perkembangan produksi rumput laut di daerah Maluku dapat dilihat pada Table 3 dibawah ini :

Table 3. Produksi dan Nilai eksport Rumput laut tahun 1980 – 1984
TAHUNVOLUME (Kg)NILAI (US $)%
198017.0002.807,72- -
198354.5595.563,97- -
198417.0177.155,95+ 28,61

Sumber : Dinas Perikanan Propinsi Maluku.

Dilihat dari data produksi di atas, ternyata tahun 1983 mencapai 54,559 kg sedangkan dalam tahun 1984 produksi menurun mencapai 17.017 kg atau terjadi penurunan sebesar 37.542 kg, namun dilihat dari nilainya meningkat sampai 28,61 % antara tahun 1983 dan tahun 1984.

Dalam tahun 1981 dan tahun 1982 produksi tidak ada. Ini disebabkan oleh harga rumput laut pada saat itu sangat rendah bila di bandingkan dengan harga dari sektor ekonomi lain seperti ikan, kopra, cengken, pala dan kopi. Hal semacam ini turut mempengaruhi menurunnya animo para nelayan produsen untuk mengolah rumput laut ini sebagai salah satu komoditi yang dapat menghasilkan uang. Di daerah Maluku sampai saat ini terdapat 3 perusahaan yang menangani pemasaran ekspor rumput laut ke luar negeri.

3. POTENSI PENGEMBANGAN

Usaha budidaya laut di daerah Maluku sampai saat ini dapat dikatakan belum berkembang, karena kegiatan usaha budidaya yang ada adalah pemeliharaan tiram mutiara sedangkan untuk komoditi rumput laut sifatnya masih merupakan uji coba/percontohan pemeliharaannya. Jenis komoditi lain seperti kerang darah (Anadara sp), ikan beronang, ikan kerapu mempunyai potensi yang sangat besar, akan tetapi sampai saat ini belum ada nelayan atau pengusaha yang berminat membudidayakannya. Hal ini mungkin disebabkan karena produksi ikan cakalang, tuna dan berbagai jenis ikan pelagis lainnya masih berlimpah.

Daerah penyebaran kerang darah banyak terdapat di seluruh perairan pantai yang ditumbuhi dengan hutan bakau (mangrove) baik di Maluku Utara, Maluku Tengah maupun Maluku Tenggara. Untuk jenis ikan kerapu penyebaran terbesar adalah di daerah Maluku Utara dan Maluku Tenggara. Kedua jenis ini sangat baik untuk dikembangkan di daerah Maluku, karena didukung potensi penyediaan bibit yang sangat besar, khususnya dalam peningkatan produksi yang dapat menunjang pemasaran ekspor.

Animo masyarakat dalam mengkonsumsi jenis-jenis ikan tersebut sangat kurang, sebab kebiasaan setempat umumnya cenderung pada ikan-ikan cakalang, tuna, kembung atau ikan pelagis lainnya. Hal ini menyebabkan kurangnya gairah dari para nelayan produsen untuk meningkatkan produksi, sebab pada akhirnya mengalami kesulitan dalam pemasaran hasil. Jadi jelasnya komoditi dapat dikembangkan dengan tujuan ekspor atau pemasaran antar pulau, misalnya ke Sulawesi atau ke daerah - daerah di Jawa dan sekitarnya yang tingkat konsumsi ikan masih rendah. Luas daerah penyebaran rumput laut di daerah Maluku dapat mencapai ribuan hektar dan umumnya tumbuh secara alami dimana-mana, akan tetapi data tentang luas areal tersebut belum dapat dipastikan karena belum adanya penelitian tentang luas areal untuk setiap daerah kabupaten.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

  1. Pemeliharaan tiram mutiara sangat baik untuk dikembangkan mengingat komoditi ini merupakan salah satu produk perikanan yang memegang peranan penting, khususnya dalam pasaran ekspor. Disamping kulitnya yang mempunyai nilai yang cukup tinggi maka mutiara yang dikandungnya mempunyai harga yang lebih tinggi. Disamping itu pula populasinya sangat besar di daerah Maluku, terbukti dengan telah beroperasinya 5 buah perusahaan yang bergerak dalam pemeliharaan tiram mutiara ini baik untuk tujuan kulit maupun mutiaranya sendiri.

  2. Maluku dengan beratus-ratus pulau mempunyai garis pantai yang panjang dan luas, dapat dijadikan sebagai tempat pengembangan budidaya berbagai jenis kerang, rumput laut dan jenis-jenis ikan di perairan pantai tersebut. Disamping itu dapat menjamin penyediaan benih, karena didukung oleh populasinya yang sangat besar.

  3. Produk mutiara yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah Maluku seluruhnya diekspor ke luar negeri dengan tujuan Jepang.

  4. Berbagai jenis kerang selain tiram mutiara, populasi dan penyebarannya sangat besar di daerah Maluku, misalnya kerang darah dan lain-lain, akan tetapi data tentang potensi dan daerah penyebaran yang tepat belum dapat diperoleh, karena penelitian khusus mengenai hal dimaksud belum pernah dilaksanakan terhadap berbagai jenis kerang yang ada.

  5. Khusus untuk memproduksi mutiara, semua perusahaan yang berada di daerah Maluku masih menggunakan tenaga tehnis dari Jepang. Pengetahuan ini sangat dirahasiakan oleh mereka, sehingga proses alih tehnologi dapat dikatakan tidak berjalan. Ini dirasakan oleh tenaga-tenaga kerja yang ada selain tenaga tehnisi Jepang tersebut.

  6. Menurut hasil beberapa penelitian tentang inventarisasi jenis rumput laut yang ada didaerah Maluku, ternyata diperoleh 50 jenis yang tumbuh secara alami. Beberapa jenis utama diantaranya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi antara lain Eucheuma, Gelidium. Hypnea dan Gracilaria.

  7. Untuk jenis Eucheuma dan Gracilaria sudah pernah dicoba pemeliharaannya di daerah Maluku Tengah yaitu di Pulau Geser, Pulau Kefing dan Pulau Nusa Laut sedangkan di daerah Maluku Tenggara pernah dicoba pemeliharaannya di sekitar Kepulauan Aru. Uji coba pemeliharaan tersebut dilakukan oleh Dinas Perikanan Propinisi Maluku dan LON - LIPI Ambon. Dari kegiatan dimaksud dapat diketahui kecepatan tumbuh dari Eucheuma dan Gracilaria pada beberapa tempat, sekaligus meneliti beberapa biota pengganggu yang berpengaruh langsung pada pertumbuhan rumput laut.

  8. Penyediaan benih/bibit dalam rangka pemeliharaan rumput laut di daerah Maluku tidak menjadi permasalahan, mengingat bibit yang tersedia di alam sangat besar populasinya dan tersedia dalam jumlah yang besar.

  9. Kelayakan harga selain merangsang kegiatan panen dalam meningkatkan produksi rumput laut, dapat pula menimbulkan kerawanan kelestarian tanaman, sebab pada saat-saat harga meningkat cara panen dari nelayan setempat tidak dengan jalan memotong akan tetapi dengan jalan mencabut.

4.2 S a r a n

  1. Untuk melestarikan potensi yang tersedia perlu dijaga habitat tempat pertumbuhan rumput laut dari kerusakan-kerusakan dengan melakukan cara-cara panen yang betul.

  2. Meningkatkan gairah pabrik pembuat agar-agar untuk dapat menyerap produksi yang tersedia, dengan bantuan permodalan dan meningkatakan ketrampilan dengan sasaran mutu yang dihasilkan, agar dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

  3. Memperbaiki teknologi lepas panen rumput laut, supaya produk yang dicapai, baik untuk ekspor maupun kebutuhan dalam negeri, mempunyai mutu dan nilai yang

  4. Sejalan dengan hal tersebut perlu memantapkan harga pasaran rumput laut, sehingga dapat menunjang dan merangsang peningkatan produksi.

  5. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dalam usaha pengembangan budidaya rumput laut, maka pada daerah-daerah yang potensial untuk pengembangan usaha tersebut sudah harus diperkirakan pola tata guna pantai.

  6. Perlu adanya penelitian dan inventarisasi berbagai jenis komoditi yang dapat dibudidayakan di laut dan daerah penyebarannya, terutama dalam kaitannya dengan peningkatan produksi untuk menunjang ekspor non migas dan sekaligus dapat meningkatkan taraf hidup nelayan.

  7. Dalam menunjang pengembangan budidaya di laut, perlu adanya percontohan budidaya laut untuk berbagai komoditi, terutama pada daerah yang belum berkembang yang didukung oleh potensi dan penyebarannya yang besar.


Previous Page Top of Page Next Page