Previous Page Table of Contents Next Page


WBL/85/WP - 32
INVENTARISASI DAERAH-DAERAH POTENSIAL
UNTUK BUDIDAYA LAUT DI INDONESIA

Oleh

Joko Martoyo1)

1. PENDAHULUAN

Pembangunan perikanan dalam PELITA IV ini sebagai kelanjutan dari PELITA III tetap diarahkan pada peningkatan kontribusi sub - sektor perikanan dalam penanggulangan berbagai permasalahan nasional antara lain peningkatan pendapatan masyarakat, swasembada pangan, peningkatan devisa dan penciptaan lapangan kerja yang produktif. Dengan dasar tersebut maka tujuan pembangunan perikanan dalam PELITA IV ini adalah sebagai berikut:

  1. Meningkatkan pendapatan nelayan dan petani ikan.
  2. Meningkatkan produksi dan produktivitas usaha nelayan dan petani ikan dengan jalan mengembangkan agribisnis.
  3. Meningkatkan konsumsi ikan menuju swasembada pangan protein dengan jalan memasyarakatkan makan ikan.
  4. Meningkatkan ekspor dan mengurangi impor hasil perikanan.
  5. Meningkatkan pembinaan sumber melalui pengendalian dan pengawasan perikanan.
  6. Memperluas kesempatan kerja yang produktif.

Untuk mencapai sasaran dalam pembangunan perikanan, pengembangan budidaya laut sebagai salah satu usaha dibidang perikanan akan mempunyai prospek yang baik dimasa mendatang. Agar pengembangan tersebut dapat menyebar dan juga lebih dikenal oleh masyarakat (terutama nelayan dan petani ikan), maka telah dikeluarkan KEPPRES No. 23 tahun 1982 yang dalam pelaksanaannya lebih lanjut tertuang dalam SK. Menteri Pertanian No.: 473/Kpts/ Um/7/1982 tertanggal 8 Juli 1982. Sebagai tindak lanjutnya Direktur Jenderal Perikanan telah membuat Surat Edaran No: IK-210/D4. 5055/82 kepada Dinas Perikanan yang disertai dengan buku Petunjuk Teknis tentang teknik-teknik budidaya laut.

Untuk melaksanakan KEPPRES tersebut agar pengembangan budidaya laut ini dapat menyebar ke seluruh daerah yang potensial dan dapat ditunjang oleh jalur pemasaran, maka sejak PELITA III sudah mulai dirintis usaha pengembangannya.

Beberapa masalah yang dihadapi dalam usaha pengembangan tersebut antara lain adalah belum banyaknya pengetahuan nelayan/petani ikan tentang teknik-teknik budidaya laut, benih yang masih harus diperoleh secara alami dan juga sulitnya pemasaran setelah panen.

Sesuai kebijaksanaan operasional pembangunan perikanan dalam PELITA IV, produksi budidaya laut ditargetkan meningkat dengan ráta-rata 93,1% setiap tahun dan pada akhir PELITA IV nanti diharapkan dapat dicapai total produksi 84.400 ton. Untuk mencapai target tersebut diperlukan sarana usaha budidaya laut yang meliputi; 2.350 cages untuk pemeliharaan ikan, 900 rakit untuk pemeliharaan kerang-kerangan dan 1.180 ha area untuk pemeliharaan rumput laut.

1) Direktorat Bina Sumber Hayati Dit. Jen. Perikanan.

Inventarisasi daerah yang potensial untuk budidaya laut sangat diperlukan, agar usaha pengembangannya dapat diterapkan sesuai yang diharapkan. Inventarisasi daerah yang potensial untuk budidaya laut ini adalah hasil laporan ke daerah-daerah yang dilakukan oleh Direktorat Bina Sumber Hayati sejak tahun 1982/1983 dan dilengkapi pula dengan bahan pustaka dari hasil penelitian maupun informasi-informasi yang sejenis. Daerah yang dianggap potensial tersebut secara menyeluruh di Indonesia belum bisa dilaporkan karena kegiatan budidaya laut ini di negara kita masih baru.

2. USAHA PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT

Usaha budidaya laut belum banyak berkembang di Indonesia. Usaha pengembangan yang sudah mulai dirintis sejak PELITA III diarahkan pada jenis-jenis yang mempunyai nilai ekonomis penting dan diutamakan pada usaha kooperatif melalui Koperasi Unit Desa (KUD) yang ada dan dalam pelaksanaannya harus memperhatikan kepentingan pemakai perairan yang lain serta memperhatikan kelestarian sumber daya hayati perairan.

Jenis-jenis biota yang mempunyai nilai ekonomis penting dan dapat dikembangkan di Indonesia antara lain meliputi : jenis ikan yang terdiri dari Epinephelus sp. (kerapu), Siganus spp (beronang), Lates calcarifer (kakap) dan Lutjanus spp (kakap merah); jenis kerang-kerangan yaitu kerang mutiara (genus Pinctada dan Pteria penguin), Anadara granosa (kerang darah), Mytilus viridis (kerang hijau) dan Crassostrea sp (tiram); serta rumput laut yaitu Eucheuma sp, Gracilaria sp dan Gelidium sp.

Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) telah mengadakan kerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency) dalam penelitian mengenai budidaya laut ini, sedangkan Direktorat Jenderal Perikanan telah pula mengadakan kerjasama dengan FAO/UNDP baik dalam survai lokasi yang potensial untuk budidaya laut maupun melalui uji coba di beberapa lokasi. Pada tahun anggaran 1982/1983 telah pula mulai dirintis adanya Proyek Pengembangan Teknik Budidaya laut yang berlokasi di Lampung sebagai tahap awal dari rencana didirikan Balai Budidaya Laut. Balai ini nantinya adalah sebagai tempat melakukan uji coba teknik-teknik mengenai budidaya laut untuk penyiapan paket teknologi yang diharapkan dapat diterapkan oleh nelayan/petani ikan. Untuk itu dalam status yang masih proyek ini telah pula dilakukan uji coba mengenai tekni-teknik budidaya laut tersebut baik di lokasi proyek (Lampung) maupun di beberapa daerah sebagai pilot farm. Demikian pula oleh beberapa Dinas Perikanan telah dilakukan uji lapangan terhadap budidaya laut ini sebagai usaha untuk mengembangkannya. Beberapa daerah yang telah dan akan dicoba sebagai lokasi budidaya laut antara lain : DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Maluku, Sumatera Utara Riau, Lampung, dan lain-lain

3. BEBERAPA DAERAH YANG POTENSIAL UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT

3.1. Jawa Timur

Berdasarkan hasil survai antara Direktorat Jenderal Perikanan dan FAO/UNDP pada tahun 1980, daerah di Jawa Timur yang direkomendasikan sebagai salah satu lokasi budidaya laut adalah Kabupaten Pasuruan yaitu perairan pantai Desa Somare dan Panggung Rejo. Sebagai tindak lanjut dari survai tersebut telah pula dilakukan uji coba pemeliharaan kerang darah di lokasi tersebut. Berdasarkan hasil percobaan daerah tersebut memungkinkan untuk dikembangkan sebagai lokasi pemeliharaan kerang darah, hal tersebut ditunjang pula oleh kegemaran masyarakat setempat akan makan daging kerang dan benih alami tersedia banyak di sekitar lokasi percobaan. Namun demikian pengamatan lebih lanjut masih diperlukan terutama ditinjau dari segi ekonomis.

3.2. B a l i

Rumput laut banyak dijumpai di sepanjang perairan pantai di Bali. Perairan pantai Pulau Serangan direkomendasi oleh FAO/UNDP sebagai lokasi yang cocok untuk budidaya laut. Atas dasar tersebut telah pula dilakukan uji coba pemeliharaan rumput laut jenis Eucheuma sp di lokasi tersebut. Perlu penjajagan lebih lama mengenai pemeliharaan rumput laut di daerah ini karena ombak yang agak besar dimusim barat (Nopember s/d Februari) agak menyulitkan dalam pemeliharaan tersebut.

3.3. Nusa Tenggara Barat

Di NTB daerah yang memungkinkan untuk lokasi budidaya laut adalah perairan Desa Sire dan Desa Tembalor (Lombok Barat), Labuhan Lombok, perairan di Batunampar dan Teluk Ekas. Sedangkan di Pulau Sumbawa sudah ada perusahaan swasta yang bergerak di bidang kerang mutiara. Di perairan Tanjang Sire telah dilakukan percobaan pemeliharaan ikan kerapu oleh Dinas Perikanan yang bekerjasama dengan Direktorat Bina Produksi (Dit-Jen. Perikanan). Perairan di sekitar lokasi pemetiharaan rumput laut, sedangkan di daerah perairan Labuhan Lombok banyak ditemukan jenis kerang-kerangan terutama tiram dan kerang darah namun demikian belum banyak dimanfaatkan oleh penduduk setempat.

3.4. Nusa Tenggara Timur

Penyebaran rumput laut di NTT banyak dijumpai di perairan Kupang, Alor, Sumba Timur, Sikka dan Flores Timur, bahkan sudah ada nelayan yang mengusahakan budidaya rumput laut ini yang hasilnya dipasarkan ke Ujung pandang. Animo masyarakat setempat untuk makan rumput laut ini juga sudah ada. Di perairan Tablolong telah pula dilakukan uji coba pemeliharaan rumput laut ini sebagai pilot farm dari Proyek Pengembangan Teknik Budidaya Laut Lampung. Hambatan yang dijumpai dalam uji coba ini antara lain adalah agak besarnya ombak sehingga rakit pemeliharaan hanyut terbawa omabak tersebut, sehingga pengamatan yang lebih mendalam masih diperlukan.

3.5. M a l u k u

Perairan Maluku mempunyai prospek yang baik untuk budidaya laut, bahkan beberapa perusahaan swasta telah berusaha dalam budidaya kerang mutiara. Untuk rumput laut daerah penyebarannya didapatkan di perairan Tanimbar, Babar Wetar, Seram, Sula, Buru dan Baian. Di daerah Dobo (Kepulauan Aru) di Maluku Tenggara menurut Mubarak (1982) telah dibentuk KUD dimana salah satu usahanya adalah bidang budidaya rumput laut.

Di daerah tersebut minimal 100 ha area dapat digunakan untuk usaha budidaya laut dengan sasaran produksi yang dapat dicapai sekitar 300–500 ton rumput laut per tahun. Dinas Perikanan setempat juga pernah mengadakan kerjasama dengan Universitas Pattimura dalam pemeliharaan ikan kerapu di perairan Teluk Ambon dan juga memperkenalkan mengenai cara-cara pemeliharaan rumput laut kepada penduduk setempat. Hasil uji coba tersebut belum dapat dikatakan baik karena faktor non teknis terutama pencurian.

3.6. Sulawesi Selatan

Perairan di Sulawesi Selatan pernah ada perusahaan swasta yang merintis usaha ekspor daging kerang ke Jepang. Kerang tersebut diperoleh dari hasil penangkapan tetapi usaha tersebut ternyata tidak berlanjut. Populasi kerang banyak didapatkan di daerah Payukukang, Kabupaten Maros. Daerah yang perlu dipertimbangkan sebagain lokasi budidaya laut adalah Desa Barru dan Barang Lompo. Di kedua lokasi perairan tersebut banyak didapatkan benih ikan beronang dan kerapu. Perairan desa Barru relatif lebih tenang daripada perairan Barang Lompo karena perairan Barru merupakan teluk kecil yang terlindung dari pengaruh ombak besar.

3.7. Sulawesi Utara

Perairan di Sulawesi Utara yang memungkinkan untuk lokasi budidaya laut adalah Teluk Manalu, Teluk Talengan dan Selat Mahumoe dimana perairan tersebut relatif tenang dan terlindung dari pukulan ombak. Jenis biota yang memungkinkan dipelihara di perairan tersebut antara lain ikan kerapu, kakap, beronang dan juga tiram, namun demikian survai yang lebih mendalam di perairan tersebut masih perlu dilakukan. Di perairan pantai barat Pulau Sangihe Besar pernah pula dilakukan percobaan pemeliharaan ikan kerapu oleh nelayan yang dikoordinir oleh Dinas Perikanan bekerjasama dengan Universitas Sam Ratulangi tetapi ternyata kurungannya hanyut terbawa arus.

3.8. Kalimantan Barat

Di perairan pantai Desa Penimbungan, Kampung Pasir (Kabupaten Pontianak), pada tahun 1982 oleh Dinas Perikanan telah dilakukan percobaan pemeliharaan kerang hijau dimana benihnya didatangkan dari Teluk Jakarta. Benith tersebut sampai di lokasi pemeliharaan ternyata banyak yang mati dikarena mungkin perbedaan kondisi perairan dengan daerah asal. Pengamatan lebih lanjut mengenai lokasi tersebut masih perlu dilakukan.

3.9. Daerah Istimewa Aceh

Daerah yang memungkinkan sebagai lokasi budidaya laut di Aceh adalah perairan Sungai Paru, Kecamatan Bandar Baru (Kabupaten Aceh Pidie). Di sekitar perairan tersebut sudah banyak masyarakat mencari tiram yang menempel pada akar pohon bakau dan dijual dalam bentuk daging saja ataupun lengkap dengan cangkangnya. Pada PELITA IV ini Dinas Perikanan juga telah memprogramkan mengenai pengembangan budidaya laut ini.

3.10. Sumatera Utara

Perairan Tanjung Balai merupakan daerah penghasil kerang-kerangan yang potensial di Sumatera Utara yaitu jenis kerang darah dan juga kerang hijau. Jenis kerang darah ini dapat dijumpai di perairan tersebut pada kedalaman sekitar 0 – 5 m, sehingga daerah tersebut perlu dipertimbangkan pula sebagai lokasi pemeliharaan budidaya laut.

3.11. J a m b i

Jenis kerang-kerangan banyak dikenal oleh masyarakat di daerah Kuala Tungkal (Kabupaten Tanjung Jabung) yaitu jenis kerang hijau dan kerang darah. Pengambilan kerang tersebut dapat dilakukan sepanjang tahun, hanya kebiasaan masyarakat setempat banyak mengumpulkan kerang-kerangan tersebut pada bulan-bulan Desember s/d Maret, dikarenakan pada bulan tersebut ombak agak besar sehingga nelayan setempat jarang yang melakukan penangkapan ikan ke laut. Produksi kerang darah pada tahun 1981 yang dipasarkan di Kuala Tungkal dan Jambi adalah sekitar 267,7 ton sehingga daerah Kuala Tungkal tersebut perlu dipertimbangkan sebagai lokasi pemeliharaan kerang tersebut.

3.12. Sumatera Selatan

Pemeliharaan ikan telah dilakukan di Sumatera Selatan yaitu di daerah Ketawai (sekitar 20 mil sebelah timur Sungai Kurau). Pemeliharaan oleh nelayan setempat hanya pembesaran di kurungan saja yaitu hasil tangkapan dilaut yang ukurannya dibawah 0,5 kg, sedangkan diatas 0,5 kg langsung dijual. Jenis ikan yang dipelihara adalah kerapu dan kakap merah dengan makanannya adalah ikan rucah dan hasilnya dipasarkan dalam bentuk hidup ke Singapura. Daerah yang perlu dipertimbangkan sebagai lokasi pemeliharaan jenis kerang adalah perairan teluk Klabat (Sungai Selan) di Kabupaten Bangka dan Belitung. Pada bulan April - Mei pengumpul kerang dapat mengumpulkan kerang tersebut sekitar 2 kwintal di daerah ini.

4. PENUTUP

Sehubungan dengan hasil produk perikanan yang umumnya masih berasal dari laut, maka usaha pengembangan budidaya laut perlu dilakukan sebagai salah satu usaha menjaga kelestarian sumber. Demikian pula daerah-daerah yang dianggap memungkinkan sebagai lokasi budidaya laut masih perlu diadakan pengamatan yang lebih mendalam, agar uji coba dan uji lapang yang telah dilakukan oleh beberapa instansi nantinya dapat diterapkan oleh masyarakat sesuai dengan hasil yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1982. Petunjuk Teknis Budidaya Laut. Direktorat Bina Sumber Hayati. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.

Anonymous. 1983. Laporan Kegiatan Proyek Pembinaan Sumber Hayati Perikanan Pusat tahun 1982/1983. Direktorat Bina Sumber Hayati. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.

Anonymous. 1984. Budidaya Ikan Laut di Perairan Teluk Banten (seri kedua). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Balai Penelitian Perikanan Laut, Departemen Pertanian dan JICA (Japan International Cooperation Agency).

Anonymous. 1984. Laporan Kegiatan Proyek Pembinaan Sumber Hayati Perikanan Pusat tahun 1983/1984. Direktorat Bina Sumber Hayati, Direktorat Jenderal Perikanan Jakarta.

Anonymous. 1984. Kebijaksanaan Operasional Pembangunan Perikanan dalam REPELITA IV. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian Jakarta.

Anonymous. 1984. Perkembangan Perikanan dalam PELITA III dan Proyeksi Pembangunan, Perikanan dalam REPELITA IV. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Anonymous. 1985. Laporan Proyek Pembinaan Sumber Hayati Perikanan Pusat tahun 1984/ 1985. Direktorat Bina Sumber Hayati, Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta.

Dwiponggo, A. 1976. Mutiara. Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. Bahan Pendidikan No.: Pd 025/76.

Mubarak, H. 1981. Kemungkinan-kemungkinan Budidaya Rumput Laut di Kepulauan Aru, Maluku dalam Report on the Training Workshop on Seafarming 1–6 March 1981 Denpasar Bali, Indonesia, Jakarta 44–67.


Previous Page Top of Page Next Page